Konsep dasar ketahanan pangan di
Indonesia mengacu pada 3 aspek, yaitu produksi pangan, distribusi pangan, dan
konsumsi pangan. Melalui aspek produksi pangan ingin dicapai ketersediaan
pangan yang dapat mencukupi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia, baik secara
kuantitas maupun kualitas. Selain itu, melalui aspek distribusi pangan ingin
dicapai ketersediaan pasokan pangan yang dapat menjangkau seluruh wilayah
dengan harga yang dapat dijangkau masyarakat pula. Sementara itu, melalui aspek
konsumsi pangan tiap-tiap rumah tangga diharapkan dapat mengakses pangan yang
mencukupi, dengan pola pemanfaatan yang memenuhi mutu, beragam, tercukupi
kandungan gizinya, aman, serta halal. Hal ini sejalan dengan pengertian
ketahanan pangan pada umumnya. Ketahanan pangan merupakan suatu keadaan
tercukupinya pangan bagi masyarakat yang ditandai dengan tersedianya pangan,
baik secara kuantitas maupun kualitas, aman, merata, dan terjangkau.
Tercukupinya pangan tidak hanya dinilai berdasarkan
jumlah, tetapi juga berdasarkan mutu pangan yang dikonsumsi. Mutu pangan
mengarah pada kandungan gizi maupun kecukupan energi yang terkandung dalam
suatu bahan pangan. Oleh karena itu, aspek konsumsi pangan memiliki peranan terhadap
ketahanan pangan masyarakat Indonesia.
Melalui pengendalian aspek konsumsi pangan, maka
kualitas pangan yang dikonsumsi tentunya
lebih terjamin. Kecukupan gizi dan energi pun semakin diperhatikan. Tiap-tiap
rumah tangga tentunya akan lebih selektif dalam mengkonsumsi makanan. Dengan
demikian, keanekaragaman konsumsi pangan dan kecukupan gizi tentunya akan
tercapai. Alhasil, masyarakat semakin mendekati ketahanan pangan dengan
tercukupinya pangan dari segi kualitas. Hal ini menandakan bahwa konsumsi
pangan merupakan bagian hilir dari ketahanan pangan, yang berperan dalam
tingkat rumah tangga atau lingkungan masyarakat. Di samping itu, konsep
konsumsi pangan dinilai lebih efektif terhadap ketahanan pangan karena langsung
berhubungan dengan lingkungan rumah tangga, dimana lingkungan rumah tangga
adalah sasaran utama yang dituju dalam mencapai ketahanan pangan.
Dalam menuju ketahanan pangan melalui konsep
konsumsi pangan, masyarakat hendaknya diberi pengarahan mengenai pentingnya
pangan yang dikonsumsi. Mengingat bahwa konsep konsumsi pangan ini langsung
berkaitan dengan lingkungan rumah tangga, maka perwujudan konsep ini pun
memerlukan peran aktif masyarakat. Masyarakat merupakan sasaran utama yang
ingin dituju melalui konsep konsumsi pangan ini, sehingga sukses tidaknya
aplikasi atas konsep ini tergantung pada peranan masyarakat pula.
Aspek-aspek
yang perlu diperhatikan dalam konsep konsumsi pangan antara lain berupa peningkatan
mutu pangan yang dikonsumsi dan usaha diversifikasi pangan. Kedua hal ini
adalah bagian yang perlu disosialisasikan kepada masyarakat.
Peningkatan
mutu pangan yang dikonsumsi menyangkut pengetahuan dan kesadaran masyarakat
mengenai mutu atau kandungan gizi atas makanan yang dikonsumsi. Perlu adanya
usaha-usaha seperti penyuluhan untuk memberikan pengertian kepada masyarakat
mengenai pentingnya mutu pangan yang dikonsumsi. Masyarakat diharapkan untuk
dapat menyeleksi dan mengkonsumsi pangan yang dapat memenuhi kebutuhan gizinya.
Peran aktif pemerintah dan lembaga-lembaga teknologi pangan tentunya sangat
diharapkan. Pemerintah perlu mengenalkan kepada masyarakat mengenai pentingnya
mutu pangan yang dikonsumsi. Di samping itu, lembaga-lembaga teknologi pangan
diharapkan dapat memberikan kontribusi dengan memperkenalkan hasil-hasil olahan
pangan yang bermutu dan dapat dijangkau seluruh bagian masyarakat.
Pemerintah
pun perlu menekankan kembali mengenai prinsip gizi seimbang, karena selama ini
prinsip gizi seimbang nampaknya tidak mengena di kalangan masyarakat luas. Prinsip
gizi seimbang memperkenal kepada masyarakat mengenai 3 pokok utama pangan,
yaitu pangan sumber tenaga, pangan sumber zat pengatur, serta pangan sumber zat
pembangun. Prinsip gizi seimbang menyarankan untuk mengkonsumsi pangan yang
dapat mencukupi kebutuhan energi, terutama dengan mengkonsumsi karbohidrat
sebanyak setengah dari kebutuhan energi. Masyarakat pun disarankan untuk
mengkonsumsi lemak dalam jumlah yang terbatas. Selain itu, masyarakat pun
dianjurkan untuk mengkonsumsi pangan yang mengandung zat besi serta
mengkonsumsi garam beryodium.
Diversifikasi
pangan sendiri memiliki pengertian mengkonsumsi berbagai pangan yang
beranekaragam sehingga memenuhi kebutuhan akan zat-zat gizi yang diperlukan
oleh tubuh. Pengertian ini pun sejalan dengan prinsip gizi seimbang. Diversifikasi
pangan ini tidak hanya berkaitan dengan usaha penganekaragaman makanan pokok
seperti yang digalakkan saat ini. Diversifikasi pangan pun tidak berarti
masyarakat harus mulai meninggalkan beras sebagai makanan pokoknya. Di samping
itu, sulit untuk mengubah pola pikir masyarakat yang telah lama menjadikan
beras sebagai makanan pokok.
Diversifikasi
konsumsi pangan pun terkadang didefinisikan sebagai jumlah jenis makanan yang
dikonsumsi, sehingga semakin banyak jenis makanan yang dikonsumsi akan semakin
beranekaragam. Akan tetapi, konsep ini belum sepenuhnya mewakili pengertian
diversifikasi konsumsi pangan karena tidak memperhitungkan jumlah zat gizi dan
kecukupan gizi yang terkandung dalam tiap-tiap bahan pangan yang dikonsumsi. Diversifikasi pangan justru mengarah pada pola
konsumsi yang beranekaragam sejalan dengan prinsip gizi seimbang. Usaha
diversifikasi pangan ini pun memerlukan peran aktif pemerintah dan
lembaga-lembaga yang berperan dalam bidang teknologi pangan. Pemerintah
hendaknya dapat menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi pangan yang dapat
memenuhi kebutuhan gizinya. Pangan yang dikonsumsi ini pun tidak perlu mahal
ataupun sulit untuk dijangkau, cukup dengan memberdayakan potensi lokal yang
ada di sekitar masyarakat. “Eat what we
and the world grow”. Di samping itu, lembaga-lembaga yang bergerak dalam
bidang teknologi pangan pun perlu memberikan andil dengan memperkenalkan
olahan-olahan pangan yang dapat mencukupi kebutuhan gizi dan merupakan olahan
dari potensi lokal di lingkungan masyarakat. Seperti halnya isu mengenai
penganekaragaman makanan pokok, di sinilah pentingnya peranan lembaga-lembaga
yang bergerak dalam bidang teknologi pangan. Perlu diperkenalkan
alternatif-alternatif yang dapat menggantikan kebutuhan akan karbohidrat,
sesuai dengan komoditas yang banyak dibudidayakan di daerahnya.
Dalam
perkembangannya, pengendalian konsumsi pangan masyarakat dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti
daya beli, pengetahuan, ketersediaan, dukungan kebijakan, dan faktor sosial
budaya. Faktor-faktor ini yang kadang menghambat konsep konsumsi pangan dalam
menuju ketahanan pangan.
Daya beli masyarakat mempengaruhi
jenis makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi daya belinya maka semakin
tercukupi pula kebutuhan pangannya. Hal ini tentunya dapat disikapi dengan
memberi pengertian kepada masyarakat bahwa untuk mencukupi kebutuhan gizi tidak
perlu biaya yang besar, cukup dengan memberdayakan potensi lokal dan hasil
olahan pangan yang berasal dari lingkungan sekitar. Faktor ini berkaitan pula
dengan faktor ketersediaan. Hendaknya masyarakat dapat dengan cerdas
menyikapinya melalui pemberdayaan potensi pangan di lingkungan sekitar. Dengan demikian, kebutuhan
gizi dapat terpenuhi dengan pemanfaatan potensi lokal. Misalnya saja
ketersediaan beras yang terbatas dapat disikapi dengan pengalihan sumber
karbohidrat berupa beras menjadi sumber karbohidrat lainnya seperti
umbi-umbian.
Faktor pengetahuan adalah salah satu
bagian penting dalam usaha pengembangan konsep konsumsi pangan. Karena melalui
pengetahuan inilah maka masyarakat dapat mengerti tindakan apa yang harus
diambil dalam memenuhi kebutuhan gizinya. Untuk itu, pemerintah perlu gencar
memberikan informasi-informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya mencukupi
kebutuhan gizi dan cara-cara pemanfaatan potensi lokal dalam usaha memenuhi
kebutuhan gizi. Hal ini berkaitan dengan faktor dukungan kebijakan. Dukungan
berupa kebijakan dari pemerintah tentunya akan mendorong masyarakat untuk
semakin memperhatikan kebutuhan gizinya. Dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah pula maka akan mengarahkan masyarakat untuk menyadari
pentingnya konsep konsumsi pangan dalam menuju ketahanan pangan.
Faktor sosial budaya merupakan hal
yang sensitif dalam usaha pengembangan konsep konsumsi pangan. Mengingat
keadaan masyarakat yang begitu bergantung pada budaya. Dalam penanganannya, hal
ini berkaitan erat dengan usaha untuk mengembangkan pengetahuan masyarakat
mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi.
No comments:
Post a Comment