Salah
satu kegiatan yang menurut saya cukup me-refresh
otak dari segala kejenuhan adalah “membongkar” kamar. Suasana baru n bersih
memang efektif untuk memulai aktifitas.
Di tengah kesibukan membersihkan lemari buku, gak sengaja ketemu buku catatan SMA. Sambil nostalgia, buka tuh buku terus senyum-senyum sendiri lihat kenangan di dalamnya. Di halaman terakhir catatan itu ada tulisan tebal “Sakura terakhir yang mekar akan tumbuh menjadi sakura yang paling indah”. Saya jadi ingat masa-masa itu, masa-masa kelulusan SMA yang dipenuhi kegalauan dan keputusasaan. Dengan rasa putus asa dan sedih saya menuliskan sepenggal kalimat itu.
Di tengah kesibukan membersihkan lemari buku, gak sengaja ketemu buku catatan SMA. Sambil nostalgia, buka tuh buku terus senyum-senyum sendiri lihat kenangan di dalamnya. Di halaman terakhir catatan itu ada tulisan tebal “Sakura terakhir yang mekar akan tumbuh menjadi sakura yang paling indah”. Saya jadi ingat masa-masa itu, masa-masa kelulusan SMA yang dipenuhi kegalauan dan keputusasaan. Dengan rasa putus asa dan sedih saya menuliskan sepenggal kalimat itu.
Kala
itu adalah masa-masa penentuan tujuan kita nantinya. Saya termasuk siswa yang
cerdas (berdasar hasil psikotest dan nilai nih), tapi cenderung bosan dan malas
belajar ketika di SMA. Walaupun demikian, Alhamdulillah saya tidak pernah lengser
dari kelas unggulan. Di saat mulai pendaftaran program jalur khusus (masuk
tanpa ikut SNMPTN) untuk universitas, seluruh siswa mulai grasak-grusuk mendaftarkan diri. Bahkan, sebagian siswa
mendaftarkan diri di lebih dari 2 universitas. Sesuai dengan saran orang tua,
saya hanya berniat mendaftarkan diri di 2 universitas, 1 di pulau Jawa dan 1 di
pulau Sumatera melalui program PMDK. Saya mendaftarkan diri di Kedokteran Umum
yang saat itu masih menjadi cita-cita saya dan memang merupakan harapan orang
tua. Ketika tiba pengumuman dari universitas di pulau Jawa tempat saya
mendaftar, saya dinyatakan tidak lolos. Tapi pada saat itu saya tidak berkecil
hati karena memang orang tua saya lebih prefer
ke universitas terdekat yang ada di
Sumatera dan juga memang berkas yang saya kirim waktu itu kurang lengkap. Pada
saat itu, pendaftaran program PMDK untuk universitas tujuan saya yang ada di
Sumatera belum dibuka. Saya sangat berharap pada yang satu ini. Universitas ini
pun menjadi rebutan bagi teman-teman lainnya dan termasuk favorit.
Tiba
pada saat pembukaan program PMDK untuk universitas tersebut, saya sudah
menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk mendaftar di Kedokteran Umum
universitas tersebut. Ketika saya menemui guru yang berwenang mengurus
pengiriman saya diminta untuk mengubah jurusan yang saya ambil dikarenakan
salah satu teman saya yang notabene
adalah seorang anak guru juga akan mengambil jurusan tersebut. Lalu kenapa saya
tidak boleh? Bukankah ini seperti kompetisi? Saya merasa berhak ikut. Dengan
berat hati saya kembali dengan membawa berkas yang belum diserahkan. Rasa
kesal, sedih dan putus asa bercampur aduk saat itu. Berkali-kali saya menangis
mengingat hal itu. Entah mengapa, saat itu saya merasa kesal dengan teman-teman
yang merupakan anak guru di SMA itu. Saya tahu bahwa mereka sejak dulu mendapat
perlakuan spesial dan sering kali mendapat pengecualian, bahkan hingga ke
ranking di kelas. Tapi semua itu selama ini tidak mengganggu saya, hingga
akhirnya hari itu saya merasakannya, ketidakadilan. Berhari-hari saya bersedih
karena bingung harus bagaimana. Teman-teman terdekat menghibur dan menyuruh
saya untuk bersabar, tapi rasanya bagi saya hanya hampa. Setelah berpikir
matang-matang dan tibalah hari terakhir penyerahan berkas, saya menyerahkan
kembali berkas saya saat itu dengan tanpa mengubah jurusan tujuan saya. Guru
yang berwenang sepertinya kecewa tapi saya diam dan tidak mengubah keputusan.
Saya berhak.
Ketika
hari pengumuman itu tiba. Saya masih sangat ingat, itu adalah hari terakhir ujian
praktik olahraga. Saat itu kelas kami sedang mengikuti ujian posisi kayang ke
belakang dari posisi berdiri. Sudah berlatih berkali-kali tapi saya tetap tidak
bisa melakukannya, saya pasrah ketika nanti saya dipanggil untuk melakukan
gerakan tersebut. Sebelum nama saya dipanggil, kami diizinkan beristirahat
terlebih dahulu karena pengumuman dari universitas tersebut telah tiba,
sehingga kami dapat melihat pengumuman. Saya berharap dengan penuh kecemasan
pada saat itu.
Lembar
pengumuman sudah di depan mata, tapi saya tidak melihat nama saya di lembar
itu, entah lulus atau tidak lulus, benar-benar tidak ada nama saya di sana.
Bingung, kesal dan sedih yang saya rasakan. Saya melihat untuk Kedokteran Umum
hanya 1 nama, yaitu nama teman saya yang notabene
adalah anak guru. Dia lulus. Entah itu iri atau apa, saya sedih sekali.
Ketika ujian olahraga dilanjutkan, entah kekuatan darimana, saya bisa melakukan
gerakan tersebut dengan sempurna. Subhanallah. Saya pasrah.
Besoknya
muncul kabar bahwa sebenarnya berkas saya tidak dikirimkan karena alasan yang
tidak jelas. Berkali-kali air mata ini menetes. “Sakura terakhir yang mekar akan
tumbuh menjadi sakura yang paling indah”. Saya goreskan kalimat itu di buku
terakhir catatan SMA dengan segala perasaan yang bercampur aduk. Saya berjanji
akan menjadi hebat.
Masa
SMA itu ditutup dengan kekesalan dan kesedihan. Bahkan ketka perpisahan SMA pun
orang tua saya menolak datang karena malu saya tidak dipanggil ke depan karena
tidak lulus jalur khusus di manapun, sementara teman-teman yang lain bahkan
lulus di beberapa universitas, baik jalur PMDK maupun Swadaya yang memakan
biaya besar.
bersambung...
No comments:
Post a Comment