Tuesday 27 May 2014

Ketahanan Pangan Berbasis Konsumsi Pangan

Konsep dasar ketahanan pangan di Indonesia mengacu pada 3 aspek, yaitu produksi pangan, distribusi pangan, dan konsumsi pangan. Melalui aspek produksi pangan ingin dicapai ketersediaan pangan yang dapat mencukupi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia, baik secara kuantitas maupun kualitas. Selain itu, melalui aspek distribusi pangan ingin dicapai ketersediaan pasokan pangan yang dapat menjangkau seluruh wilayah dengan harga yang dapat dijangkau masyarakat pula. Sementara itu, melalui aspek konsumsi pangan tiap-tiap rumah tangga diharapkan dapat mengakses pangan yang mencukupi, dengan pola pemanfaatan yang memenuhi mutu, beragam, tercukupi kandungan gizinya, aman, serta halal. Hal ini sejalan dengan pengertian ketahanan pangan pada umumnya. Ketahanan pangan merupakan suatu keadaan tercukupinya pangan bagi masyarakat yang ditandai dengan tersedianya pangan, baik secara kuantitas maupun kualitas, aman, merata, dan terjangkau.
Tercukupinya pangan tidak hanya dinilai berdasarkan jumlah, tetapi juga berdasarkan mutu pangan yang dikonsumsi. Mutu pangan mengarah pada kandungan gizi maupun kecukupan energi yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Oleh karena itu, aspek konsumsi pangan memiliki peranan terhadap ketahanan pangan masyarakat Indonesia.
Melalui pengendalian aspek konsumsi pangan, maka kualitas pangan yang dikonsumsi tentunya  lebih terjamin. Kecukupan gizi dan energi pun semakin diperhatikan. Tiap-tiap rumah tangga tentunya akan lebih selektif dalam mengkonsumsi makanan. Dengan demikian, keanekaragaman konsumsi pangan dan kecukupan gizi tentunya akan tercapai. Alhasil, masyarakat semakin mendekati ketahanan pangan dengan tercukupinya pangan dari segi kualitas. Hal ini menandakan bahwa konsumsi pangan merupakan bagian hilir dari ketahanan pangan, yang berperan dalam tingkat rumah tangga atau lingkungan masyarakat. Di samping itu, konsep konsumsi pangan dinilai lebih efektif terhadap ketahanan pangan karena langsung berhubungan dengan lingkungan rumah tangga, dimana lingkungan rumah tangga adalah sasaran utama yang dituju dalam mencapai ketahanan pangan.
Dalam menuju ketahanan pangan melalui konsep konsumsi pangan, masyarakat hendaknya diberi pengarahan mengenai pentingnya pangan yang dikonsumsi. Mengingat bahwa konsep konsumsi pangan ini langsung berkaitan dengan lingkungan rumah tangga, maka perwujudan konsep ini pun memerlukan peran aktif masyarakat. Masyarakat merupakan sasaran utama yang ingin dituju melalui konsep konsumsi pangan ini, sehingga sukses tidaknya aplikasi atas konsep ini tergantung pada peranan masyarakat pula.
            Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam konsep konsumsi pangan antara lain berupa peningkatan mutu pangan yang dikonsumsi dan usaha diversifikasi pangan. Kedua hal ini adalah bagian yang perlu disosialisasikan kepada masyarakat.
            Peningkatan mutu pangan yang dikonsumsi menyangkut pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai mutu atau kandungan gizi atas makanan yang dikonsumsi. Perlu adanya usaha-usaha seperti penyuluhan untuk memberikan pengertian kepada masyarakat mengenai pentingnya mutu pangan yang dikonsumsi. Masyarakat diharapkan untuk dapat menyeleksi dan mengkonsumsi pangan yang dapat memenuhi kebutuhan gizinya. Peran aktif pemerintah dan lembaga-lembaga teknologi pangan tentunya sangat diharapkan. Pemerintah perlu mengenalkan kepada masyarakat mengenai pentingnya mutu pangan yang dikonsumsi. Di samping itu, lembaga-lembaga teknologi pangan diharapkan dapat memberikan kontribusi dengan memperkenalkan hasil-hasil olahan pangan yang bermutu dan dapat dijangkau seluruh bagian masyarakat.
            Pemerintah pun perlu menekankan kembali mengenai prinsip gizi seimbang, karena selama ini prinsip gizi seimbang nampaknya tidak mengena di kalangan masyarakat luas. Prinsip gizi seimbang memperkenal kepada masyarakat mengenai 3 pokok utama pangan, yaitu pangan sumber tenaga, pangan sumber zat pengatur, serta pangan sumber zat pembangun. Prinsip gizi seimbang menyarankan untuk mengkonsumsi pangan yang dapat mencukupi kebutuhan energi, terutama dengan mengkonsumsi karbohidrat sebanyak setengah dari kebutuhan energi. Masyarakat pun disarankan untuk mengkonsumsi lemak dalam jumlah yang terbatas. Selain itu, masyarakat pun dianjurkan untuk mengkonsumsi pangan yang mengandung zat besi serta mengkonsumsi garam beryodium.
            Diversifikasi pangan sendiri memiliki pengertian mengkonsumsi berbagai pangan yang beranekaragam sehingga memenuhi kebutuhan akan zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Pengertian ini pun sejalan dengan prinsip gizi seimbang. Diversifikasi pangan ini tidak hanya berkaitan dengan usaha penganekaragaman makanan pokok seperti yang digalakkan saat ini. Diversifikasi pangan pun tidak berarti masyarakat harus mulai meninggalkan beras sebagai makanan pokoknya. Di samping itu, sulit untuk mengubah pola pikir masyarakat yang telah lama menjadikan beras sebagai makanan pokok.
            Diversifikasi konsumsi pangan pun terkadang didefinisikan sebagai jumlah jenis makanan yang dikonsumsi, sehingga semakin banyak jenis makanan yang dikonsumsi akan semakin beranekaragam. Akan tetapi, konsep ini belum sepenuhnya mewakili pengertian diversifikasi konsumsi pangan karena tidak memperhitungkan jumlah zat gizi dan kecukupan gizi yang terkandung dalam tiap-tiap bahan pangan yang dikonsumsi.  Diversifikasi pangan justru mengarah pada pola konsumsi yang beranekaragam sejalan dengan prinsip gizi seimbang. Usaha diversifikasi pangan ini pun memerlukan peran aktif pemerintah dan lembaga-lembaga yang berperan dalam bidang teknologi pangan. Pemerintah hendaknya dapat menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi pangan yang dapat memenuhi kebutuhan gizinya. Pangan yang dikonsumsi ini pun tidak perlu mahal ataupun sulit untuk dijangkau, cukup dengan memberdayakan potensi lokal yang ada di sekitar masyarakat. “Eat what we and the world grow”. Di samping itu, lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang teknologi pangan pun perlu memberikan andil dengan memperkenalkan olahan-olahan pangan yang dapat mencukupi kebutuhan gizi dan merupakan olahan dari potensi lokal di lingkungan masyarakat. Seperti halnya isu mengenai penganekaragaman makanan pokok, di sinilah pentingnya peranan lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang teknologi pangan. Perlu diperkenalkan alternatif-alternatif yang dapat menggantikan kebutuhan akan karbohidrat, sesuai dengan komoditas yang banyak dibudidayakan di daerahnya.
Dalam perkembangannya, pengendalian konsumsi pangan masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti daya beli, pengetahuan, ketersediaan, dukungan kebijakan, dan faktor sosial budaya. Faktor-faktor ini yang kadang menghambat konsep konsumsi pangan dalam menuju ketahanan pangan.
            Daya beli masyarakat mempengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi daya belinya maka semakin tercukupi pula kebutuhan pangannya. Hal ini tentunya dapat disikapi dengan memberi pengertian kepada masyarakat bahwa untuk mencukupi kebutuhan gizi tidak perlu biaya yang besar, cukup dengan memberdayakan potensi lokal dan hasil olahan pangan yang berasal dari lingkungan sekitar. Faktor ini berkaitan pula dengan faktor ketersediaan. Hendaknya masyarakat dapat dengan cerdas menyikapinya melalui pemberdayaan potensi pangan di  lingkungan sekitar. Dengan demikian, kebutuhan gizi dapat terpenuhi dengan pemanfaatan potensi lokal. Misalnya saja ketersediaan beras yang terbatas dapat disikapi dengan pengalihan sumber karbohidrat berupa beras menjadi sumber karbohidrat lainnya seperti umbi-umbian.
            Faktor pengetahuan adalah salah satu bagian penting dalam usaha pengembangan konsep konsumsi pangan. Karena melalui pengetahuan inilah maka masyarakat dapat mengerti tindakan apa yang harus diambil dalam memenuhi kebutuhan gizinya. Untuk itu, pemerintah perlu gencar memberikan informasi-informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya mencukupi kebutuhan gizi dan cara-cara pemanfaatan potensi lokal dalam usaha memenuhi kebutuhan gizi. Hal ini berkaitan dengan faktor dukungan kebijakan. Dukungan berupa kebijakan dari pemerintah tentunya akan mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan kebutuhan gizinya. Dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pula maka akan mengarahkan masyarakat untuk menyadari pentingnya konsep konsumsi pangan dalam menuju ketahanan pangan.

            Faktor sosial budaya merupakan hal yang sensitif dalam usaha pengembangan konsep konsumsi pangan. Mengingat keadaan masyarakat yang begitu bergantung pada budaya. Dalam penanganannya, hal ini berkaitan erat dengan usaha untuk mengembangkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi.

No comments:

Post a Comment