Wednesday 28 May 2014

"Sakura terakhir yang mekar akan tumbuh menjadi sakura yang paling indah"

Salah satu kegiatan yang menurut saya cukup me-refresh otak dari segala kejenuhan adalah “membongkar” kamar. Suasana baru n bersih memang efektif untuk memulai aktifitas.
Di tengah kesibukan membersihkan lemari buku, gak sengaja ketemu buku catatan SMA. Sambil nostalgia, buka tuh buku terus senyum-senyum sendiri lihat kenangan di dalamnya. Di halaman terakhir catatan itu ada tulisan tebal “Sakura terakhir yang mekar akan tumbuh menjadi sakura yang paling indah”. Saya jadi ingat masa-masa itu, masa-masa kelulusan SMA yang dipenuhi kegalauan dan keputusasaan. Dengan rasa putus asa dan sedih saya menuliskan sepenggal kalimat itu.

Kala itu adalah masa-masa penentuan tujuan kita nantinya. Saya termasuk siswa yang cerdas (berdasar hasil psikotest dan nilai nih), tapi cenderung bosan dan malas belajar ketika di SMA. Walaupun demikian, Alhamdulillah saya tidak pernah lengser dari kelas unggulan. Di saat mulai pendaftaran program jalur khusus (masuk tanpa ikut SNMPTN) untuk universitas, seluruh siswa mulai grasak-grusuk mendaftarkan diri. Bahkan, sebagian siswa mendaftarkan diri di lebih dari 2 universitas. Sesuai dengan saran orang tua, saya hanya berniat mendaftarkan diri di 2 universitas, 1 di pulau Jawa dan 1 di pulau Sumatera melalui program PMDK. Saya mendaftarkan diri di Kedokteran Umum yang saat itu masih menjadi cita-cita saya dan memang merupakan harapan orang tua. Ketika tiba pengumuman dari universitas di pulau Jawa tempat saya mendaftar, saya dinyatakan tidak lolos. Tapi pada saat itu saya tidak berkecil hati karena memang orang tua saya lebih prefer  ke universitas terdekat yang ada di Sumatera dan juga memang berkas yang saya kirim waktu itu kurang lengkap. Pada saat itu, pendaftaran program PMDK untuk universitas tujuan saya yang ada di Sumatera belum dibuka. Saya sangat berharap pada yang satu ini. Universitas ini pun menjadi rebutan bagi teman-teman lainnya dan termasuk favorit.
Tiba pada saat pembukaan program PMDK untuk universitas tersebut, saya sudah menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk mendaftar di Kedokteran Umum universitas tersebut. Ketika saya menemui guru yang berwenang mengurus pengiriman saya diminta untuk mengubah jurusan yang saya ambil dikarenakan salah satu teman saya yang notabene adalah seorang anak guru juga akan mengambil jurusan tersebut. Lalu kenapa saya tidak boleh? Bukankah ini seperti kompetisi? Saya merasa berhak ikut. Dengan berat hati saya kembali dengan membawa berkas yang belum diserahkan. Rasa kesal, sedih dan putus asa bercampur aduk saat itu. Berkali-kali saya menangis mengingat hal itu. Entah mengapa, saat itu saya merasa kesal dengan teman-teman yang merupakan anak guru di SMA itu. Saya tahu bahwa mereka sejak dulu mendapat perlakuan spesial dan sering kali mendapat pengecualian, bahkan hingga ke ranking di kelas. Tapi semua itu selama ini tidak mengganggu saya, hingga akhirnya hari itu saya merasakannya, ketidakadilan. Berhari-hari saya bersedih karena bingung harus bagaimana. Teman-teman terdekat menghibur dan menyuruh saya untuk bersabar, tapi rasanya bagi saya hanya hampa. Setelah berpikir matang-matang dan tibalah hari terakhir penyerahan berkas, saya menyerahkan kembali berkas saya saat itu dengan tanpa mengubah jurusan tujuan saya. Guru yang berwenang sepertinya kecewa tapi saya diam dan tidak mengubah keputusan. Saya berhak.
Ketika hari pengumuman itu tiba. Saya masih sangat ingat, itu adalah hari terakhir ujian praktik olahraga. Saat itu kelas kami sedang mengikuti ujian posisi kayang ke belakang dari posisi berdiri. Sudah berlatih berkali-kali tapi saya tetap tidak bisa melakukannya, saya pasrah ketika nanti saya dipanggil untuk melakukan gerakan tersebut. Sebelum nama saya dipanggil, kami diizinkan beristirahat terlebih dahulu karena pengumuman dari universitas tersebut telah tiba, sehingga kami dapat melihat pengumuman. Saya berharap dengan penuh kecemasan pada saat itu.
Lembar pengumuman sudah di depan mata, tapi saya tidak melihat nama saya di lembar itu, entah lulus atau tidak lulus, benar-benar tidak ada nama saya di sana. Bingung, kesal dan sedih yang saya rasakan. Saya melihat untuk Kedokteran Umum hanya 1 nama, yaitu nama teman saya yang notabene adalah anak guru. Dia lulus. Entah itu iri atau apa, saya sedih sekali. Ketika ujian olahraga dilanjutkan, entah kekuatan darimana, saya bisa melakukan gerakan tersebut dengan sempurna. Subhanallah. Saya pasrah.
Besoknya muncul kabar bahwa sebenarnya berkas saya tidak dikirimkan karena alasan yang tidak jelas. Berkali-kali air mata ini menetes. “Sakura terakhir yang mekar akan tumbuh menjadi sakura yang paling indah”. Saya goreskan kalimat itu di buku terakhir catatan SMA dengan segala perasaan yang bercampur aduk. Saya berjanji akan menjadi hebat.
Masa SMA itu ditutup dengan kekesalan dan kesedihan. Bahkan ketka perpisahan SMA pun orang tua saya menolak datang karena malu saya tidak dipanggil ke depan karena tidak lulus jalur khusus di manapun, sementara teman-teman yang lain bahkan lulus di beberapa universitas, baik jalur PMDK maupun Swadaya yang memakan biaya besar.


bersambung...

No comments:

Post a Comment